SOLAHART | CV.Tirtajaya Indotama

Sunday, January 18, 2015

Their Sides

This is inspirated by my bestie.

Her Side

Aku melewati deretan kelas itu hambar. Teman-temanku menyenggolku, memaksaku untuk tertawa. Tapi tidak bisa, mataku terpaku pada benturan bola basket di lapangan. Aku menggelengkan kepalaku pelan. Tidak, tidak. Aku hanya membuang-buang waktuku jika terus melihatnya di sana. Seperti orang bodoh saja.

Setiap hari berlangsung sama. Aku hanya bisa memperhatikannya dari jauh, terus seperti itu. Aku tau persis, aku hanya gadis jelek si kutu buku. Si anti sosial, meskipun tak separah itu. Rasanya sulit untuk menerima kenyataan bahwa aku tak secantik mereka, yang bisa mendapat perhatiannya dengan mudah. Mudah sekali, tanpa harus mengeluarkan usaha sedikitpun.

Berani taruh berapa? Siapa aku di matanya? Bukan. Apa aku di matanya? Orang idiot? Orang aneh? Mungkin tepatnya makhluk astral. Ia tidak pernah melihatku, bukan? Lagipula, siapa sih yang suka denganku? Aku tau, ia pasti lebih memilih gadis cantik, modis, dan famous lah. Bukan seperti aku.

Setidaknya buku dan sahabat-sahabatku bisa menghiburku saat ini.

Aku sadar sesadar-sadarnya. Dia tidak pernah menyukaiku.

His Side

Lagi-lagi aku harus melihatnya melewatiku begitu saja di lorong. Apakah aku tidak cukup menarik perhatiannya? Apa aku ini buruk sekali dibanding buku-buku tebal di tangannya itu?

Sudah sejak lama aku memperhatikannya. Gadis yang selalu tersenyum walau aku bisa melihat secarik kesedihan dari senyumnya itu. Tapi apa yang bisa aku perbuat? Aku bukan siapa-siapa.

Pandanganku tentangnya membuatku bergidik. Apa yang bisa membuatnya menaruh hati padaku? Ia pasti hanya menganggapku si pemain basket berotak udang. Si otak kosong. Sedangkan ia? Gadis juara kelas yang ramah. Aura kecantikannya menyeruak setiap kali ia melangkahkan kaki di hadapanku. Aku tau benar tipe pria gadis seperti dia. Jenius, juara osn, atau setidaknya yang mengetahui hasil akar dari minus satu.

Sulit rasanya. Tiap hari aku hanya dapat memperhatikannya dari bawah terik matahari di lapangan. Melihatnya berlalu begitu saja sambil tertawa bersama teman-temannya, semua seperti abu-abu bagiku.

Setidaknya aku masih bisa melihatnya tersenyum.

Aku sadar sesadar-sadarnya. Dia tidak pernah menyukaiku.

No comments:

Post a Comment